Yogyakarta, Koran Jogja – Tidak terima dan merasa barang bukti kurang, Pradhita Indriani, dari Lukman Rahma Wijaya yang tewas dianiaya tiga belas rekannya melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Yogyakarta.
Didampingi LKBH Pandawa, Indriani datang Kamis (27/8) siang. Mereka datang karena menduga penganiayan yang terjadi Jumat (7/8) adalah pembunuhan terencana.
“Dugaan ini kami dasarkan pada banyaknya luka pada tubuh almarhum serta kurangnya barang bukti yang diamankan polisi,” kata warga Kauman, Pleret, Bantul
Jika melihat banyak luka pada tubuh anaknya antara lain di bagian mulut dan pelipis. Keluarga Indriani menyatakan pihak keluarga beranggapan pelaku juga menganiayaan dengan benda tumpul.
Sayangnya barang bukti yang diamankan tidak terdapat benda tumpul, hanya kunci, gayung, gespe dan sisa uang yang diambil anaknya.
Diberitakan, Polres Bantul pada Sabtu (8/8) mengamankan MREP (15), dan PES (17) yang merupakan tersangka utama serta AF (17), PEA (14), BAS (15), MFM (15), BPS (17), BWF (15), dan AWP (16). Empat pelaku lainnya berinisial MZ (19), M (21), ARZ (20), dan JRN (23).
Mereka dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang kekerasan hingga menyebabkan Lukman meninggal. Ancaman hukumannya minimal 12 tahun.
Lukman disiksa di kamar di rumah MREP dan PES yang merupakan kakak adik di Wonokromo, Pleret. Lukman dituduh mencuri uang Rp100 milik MREP, dan dari pengakuan hanya mengambil Rp50 ribu.
“Kami yakin jika semua jenis siksaan sadis itu dapat terungkap, perkara ini dapat dikategorikan pembunuhan berencana,” katanya.
Karena itu, pihak keluarga berupaya menggalang dukungan dari KPAI dengan harapan agar para pelaku dapat diproses hukum secara adil.
Direktur LKBH Pandawa yang mendampingi keluarga korban, Thomas Nur Ana menambahkan, pihaknya bukan tidak percaya terhadap kinerja Polres Bantul.
Langkah menggandeng KPAI justru merupakan bentuk dukungan kepada aparat penegak hukum supaya kasus ini bisa ditangani sampai tuntas.
“Perlu diingat bahwa korban juga anak-anak. Jangan karena alasan sebagian pelaku masih berusia anak, hukumannya dirasa tidak setimpal,” tegasnya.
Penyidik diminta mencermati apakah kasus ini masuk kategori penganiayaan ringan atau berat, bahkan kemungkinan unsur terencana juga perlu ditelusuri.
Sementara itu, pihak KPAI mengungkapkan rasa prihatin karena pelaku dan korban sama-sama berusia anak. Terlebih, kasus kejahatan dengan melibatkan anak sudah sering terjadi di wilayah hukum DIY.
“Ini harus jadi perhatian semua pengambil kebijakan. Polisi juga perlu menggandeng masyarakat untuk melindungi anak-anak, apalagi kondisi pandemi Covid-19 ini mereka sedang tidak belajar di sekolah,” kata Komisioner KPAI DIY Bidang Aduan dan Mediasi, Hari M.
Selanjutnya, langkah KPAI adalah menguatkan kajian dengan menambah sejumlah data. Ke depan akan dijadikan gerakan advokasi untuk menekan angka kejahatan jalanan hingga level zero.(set)