Yogyakarta, Koran Jogja – Industri kreatif di Indonesia tak terbatas dan bahkan khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki potensi yang cukup besar. Kendati begitu, teknologi informasi dan komunikasi masih belum dimanfaatkan untuk memaksimalkannya.
Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan, berbeda dengan negara lain seperti Inggris, industri kreatif Indonesia tidak ada batasnya. Menurutnya di negara maju cakupan industri kreatif lebih fokus.
Sukamta mengatakan, di Indonesia industri kreatif mulai dari pertanian hingga kuliner asalkan ada inovasi disebut kreatif. Semisal saja gudeg yang dulu memakai pincuk disantap di pawon sekarang tersedia dengan kemasan gudeg kaleng.
“Di Indonesia cakupannya menjadi lebih besar. Agak kurang fokus,” katanya dalam Seminar Merajut Nusantara Bakti Kominfo bertema Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Meningkatkan Daya Saing Industri Kreatif yang digelar di Hotel Royal Dharmo Yogyakarta dan secara virtual pada Jumat (16/4).
Sukamta mengatakan, dengan luasnya industri kreatif ini membuat banyak tenaga kerja yang terserap. Berdasarkan data pada 2019 lalu, sebanyak 18 juta orang bekerja di sektor ini.
Jumlah tersebut setara dengan sepertiga penduduk di malyasia. ““Bisa dibayangkan 18 juta orang itu masing-masing punya kreativitas menghasilkan produk,” kata politisi dari PKS ini.
Sukamta mengatakan, industri kreatif memberikan sumbangan pendapatan yang cukup besar bagi Indonesia hingga mencapai Rp 10 triliun.
Sukamta mengatakan, DIY sendiri memiliki potensi yang cukup besar di sector ini. Menurutnya, sebelum pandemi, Yogyakarta mampu menguasai 85 persen pasar lukisan di Asia. Ini potensi yang luar biasa.
“Warga DIY juga dikenal memiliki keterampilan tangan sangat bagus, banyak industri fashion dari New York dan pusat fashion Asia serta Eropa mengambil produk dari DIY,” katanya.
Sukamta berkata, potensi yang besar ini sudah semestinya memperoleh dukungan pemerintah agar mampu meningkatkan kualitas mutu maupun penetrasi pasar. “Pemasaran bisa menjangkau ke mana-mana, tinggal bagaimana kita mengorganisir pasar,” katanya.
Sukamta mengatakan, sebagian besar UMKM di DIY rupanya belum manfaatkan akses teknologi informasi. Bahkan, menurutnya sebagian tidak menggunakan komputer dan internet, kemungkinan karena keterbatasan akses.
“Padahal desain kerajinan tangan jika bisa menggunakan teknologi digital memiliki nilai tambah besar sekali,” katanya.
Sukamta mengatakan, masih ada tantangan pengembangan industri kreatif di negeri ini diharapkan pemerintah secara sistematis. “Memberi akses untuk menyambungkan kampus, pasar dan memberi proteksi sehingga pengusaha menjadi kuat bersaing,” ucapnya.(rid)