Yogyakarta, Koran Jogja – Materi bahan ajar Pendidikan Pancasila disebut memuat 75 Praktek dan 25 teori. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengajak pemerintah daerah turut mensosialisasikannya.
Dalam kunjungan ke Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Minggu (27/3), Kepala BPIP Yudian Wahyudi meminta pemerintah daerah menginternalisasikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan falsafah hidup.
“BPIP akan selalu menggelorakan Salam Pancasila atau salam Kebangsaan, sehingga Salam Pancasila mampu dikenal dan dipraktikkan dengan baik oleh masyarakat,” kata Yudian dalam rilis, Rabu (30/3).
Yudian juga menyatakan BPIP juga mendorong pemerintah daerah mensosialisasikan mata ajar Pendidikan Pancasila dari Pendidikan Anak Usia Dini sampai Perguruan Tinggi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang perubahan PP Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dirinya juga mengaku dalam mata ajar Pendidikan Pancasila tersebut terdapat 75 persen dengan metode praktik dan 25 persen teori.
“Salah satu keuntungan PP tersebut adalah Pencasila menjadi paling utama dalam mata ajarnya”, paparnya.
“Kami mengajak kepada Pemkab Sumenep menginternalisasikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan falsafah hidup yang menjadi pedoman dalam pembuatan Peraturan Daerah,” jelasnya.
Bupati Sumenep Achmad Fauzi, menyambut baik kedatangan BPIP dalam mensosialisasikan Salam Pancasila dan PP Nomor 4 tentang Standar Pendidikan Nasional.
“Kami memiliki Daerah yang luas baik darat maupun laut dengan 126 pulau kecil diantaranya 48 pulau sudah berpenghuni”, paparnya.
Ia juga menjelaska Sumenep memiliki ragam agama dan budaya. Fauzi menyatakan pembangunan keraton Sumenep menunjukkan kerukunan antar suku.
“Bangunan (keraton) ini dikerjakan oleh arsitek dari suku Tionghoa, Lauw Piango, pada tahun 1781, di masa pemerintahan Raja Abdurrahman,” jelasnya.
Peranan keraton, menurut Achmad, dalam menjaga keharmonisan merupakan kelebihan dari Kabupaten Sumenep.
“Keraton Sumenep adalah bukti kerjasama dan toleransi di masyarakat yang majemuk. Penataan keraton yang mendesain tata kotanya untuk penataan suku-suku yang ada, dan bahkan penataan terhadap tempat ibadah bersebelahan,” tuturnya.
“Disini, bukan hanya orang Madura yang tinggal; ada orang Baji, Karo, Bandang, Daeng. Kami beragam di Sumenep. Bahkan, mayoritas disini hidup berdampingan dan melindungi minoritas. Kampung Arab dan Cina hidup berdampingan,” jelasnya lagi.
Menyimpulkan sejarah keraton dan keadaan saat ini, Fauzi menyatakan bahwa nilai-nilai Pancasila hidup di tengah-tengah masyarakat Sumenep.
“Pancasila di Sumenep sudah tidak diragukan lagi, maka dari itu kami akan selalu berkomitmen menjaga nilai-nilai Pancasila”, tutupnya.
Usai acara Yudian Wahyudi, berkunjung ke Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep. Ponpes ini disebutnya nahkoda keberagaman yang diharapkan mampu menjaga spirit kebhinekaan Kabupaten Sumenep sebagai salah satu kabupaten yang multikultur, yang masyarakatnya terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, agama, dan hidup berdampingan secara rukun serta gotong royong. (Set)