Yogyakarta, Koran Jogja – Pakar Pancasila dari Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Jazir mengatakan lewat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), pemerintah sekarang menempatkan Pancasila dibawah negara. Hal ini akan melahirkan monopoli tafsir Pancasila yang menguntungkan suatu pemerintahan.
Ini disampaikan Jazir saat berbicara dalam diskusi yang digelar Fraksi PKS di DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta bertajuk ‘Refleksi 75 Tahun Kemerdekaan RI : Pembumian Nilai Pancasila dalam Tinjauan Sejarah dan Kekinian’, Sabtu (22/8).
“Pancasila adalah ideologi tunggal dan ruh bangsa Indonesia. Implementasi nilai-nilai Pancasila harus dikawal MPR sebagai representasi rakyat. Bukan dibawah lembaga negara,” ucapnya.
Berada pada satu lembaga negara, Jazir melihat akan usah memonopoli tafsir nilai-nilai sila Pancasila sehingga menguntungkan suatu rezim. Belajar dari sejarah, jika ada pemimpin yang mencoba mengingkari Pancasila yang sudah dirumuskan pendiri bangsa, maka akan muncul gejolak dari rakyat yang berdampak jatuhnya kekuasaan.
“Naif sekali menempatkan Pancasila dibawah negara, padahal Pancasila itu adalah sumber segala-segalanya hukum di Indonesia,” ucapnya.
Jazir mengatakan belajar dari sejarah, pemerintah sebelumnya yang dimulai dari BJ Habibie, Abdurahman Wahid, sampai Megawati tidak pernah membentuk lembaga yang mengurusi tafsir Pancasila.
Penafsiran maupun pengawalan penyimpangan nilai-nilai Pancasila, sudah menjadi tugas dari MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sayangnya, saat ini MPR tidak lagi ditempatkan sebagai lembaga tinggi negara.
Dalam diskusi yang diselenggarakan untuk memperingati hari kemerdekaan RI ke-75, Jazir juga meminta siapapun untuk tidak lagi memperdebatkan hari lahir Pancasila, baik 1 Juni maupun 18 Agustus 1945.
“Perdebatan hari lahir yang berujung perbedaan ideology, terutama sila pertama, bagi saya sudah final periode sebelumnya. Siapa yang mendebat, menandakan dia tidak paham sejarah ideologi Pancasila,” ujarnya.
Baginya sekarang ini yang lebih penting adalah merevolusi Pancasila agar lebih dikenal dan dipahami generani muda yang saat ini tak paham sejarah. Penghapusan pelajaran secara dinilai akan menghancurkan bangsa ini karena tidak ada yang jalan untuk mengenal arah bangsa.
Ketua Fraksi PKS DPRD DIY Imam Taufik mengatakan diskusi yang bertepatan dengan 75 tahun kemerdekaan RI sebagai refleksi apa-apa yang akan dilakukan demi yang terbaik bagi bangsa di masa depan.
“Di usia 75 tahun, secara biologis manusia, sudah lanjut. Tapi diukur dari peradaban, bangsa Indonesia masih muda, baru 10 persen perjalanan bangsa apabila rentang waktu satu generasi mencapai 1.000 tahun,” katanya.(set)