Bantul, Koran Jogja – Seluruh Lurah se-Bantul mendapatkan penghargaan langsung dari Pemkab atas kinerjanya dalam bersama-sama menangulangi pandemi Covid-19. Lurah diminta tidak kendor semangatnya karena pandemi belum tahu kapan berakhir.
Pemberian penghargaan pada Rabu (16/9) dihadiri langsung oleh Bupati Suharsono dan Wakil Bupati Abdul Halim Muslih di gedung induk komplek parasamya.
“Tidak hanya tenaga dan pikiran. Namun selama pandemi Lurah banyak berkorban dengan merelakan perubahan APBDes maupun pemanfaatan semua potensi desa untuk proses penanggulangan,” katanya.
Tanpa kerja keras di bawah, Suharsono menilai kerja Pemda tidak akan maksimal terlebih pada titik puncak jatuhnya korban di Bantul. Menurutnya penghargaan ini bukan sekedar apresiasi saja, namun merupakan penasbihan Lurah sebagai bagian penting di Pemkab dalam penanggulanan bencana.
“Kontribusi rekan-rekan semua sangat tidak terkira, khususnya dalam berhubungan langsung dengan masyarakat agar tidak terjadi konflik sosial,” lanjutnya.
Satu peran terpenting Lurah yang berhasil menurut Suharsono adalah penyediaan shelter khusus sebagai tempat isolasi mandiri warga yang baru datang dari luar kota.
Keberadaan shelter mandiri yang dibiayai dari APBDes ini membuat masyarakat desa tenang atas kedatangan saudara mereka dari luar kota.
Suharsono juga memastikan, pemberian apresiasi berupa kain batik dan piagam ini sama sekali tidak ada kaitan dengan politik. Ini murni apresiasi dari Pemda terhadap kerja keras para Lurah selama ini.
“Kami hanya bisa meminta, kedepan semangat dan kerja keras yang sudah diperlihatkan jangan sampai kendor. Pasalnya kita tahu pandami akan berakhir kapan,” ucapnya.
Mewakili rekan-rekannya, Ketua Umum Assosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Bantul, Ani Widayani mengucapkan terima kasih atas apresiasi dan penghargaan yang diberikan Pemkab.
“Penangganan Covid-19 ini berat. Kami para lurah berkorban bondo, bahu, pikir lan nyowo. Saya pikir masih enak penangganan dampak bencana gempa silam,” katanya.
Selain masalah sosialisasi kesehatan terus menerus, permasalahan bantuan sosial (Bansos) maupun bantuan langsung tunai (BLT) juga memakan energi dan pikiran. Terkadang Lurah harus mengeluarkan biaya pribadi untuk membantu masyarakat terdampak yang belum mendapat bantuan.
Bahkan, Lurah sekarang menurut Ani tidak lagi mempunyai program kerja pembangunan desa. Pasalnya dengan empat kali perubahan APBDes , anggaran sudah habis diplotkan ke penangulangan Covid-19.
“Saya kira baru Bantul yang pertama kali mengapresiasi kerja lurah selama pandemi ini di Indonesia dan seyakin-yakinya tidak berhubungan dengan politik,” ujarnya.(set)