Bantul, Koran Jogja – Puluhan tahun sampai awal 2018, warga RT 03-04, Dusun Pelemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Bantul mengeluhkan keberadaan bantaran sungai Opak di sisi barat dusun yang menjadi lokasi pembuangan sampah ilegal.
Kerja keras dan komitmen bebas sampah warga melahirkan Taman Sorory atau ‘Sor Pring Ori’ (Di bawah Pohon Bambu).
Ditemui pada Kamis pagi (5/6), Ketua Kelompok Pengelola Taman Sarory, Sukardi, bercerita bagaimana dulu warga yang bertempat tinggal di pinggir bantaran sungai ini mengeluhkan keberadaan sampah yang dibuang oleh warga dusun maupun luar dusun.
“Membuang sampah di sini seperti tradisi dan berjalan puluhan tahun, tanpa pernah ada tindakan dari pemerintah. Saya yang tinggal paling dekat dengan sampah pusing karena bau dan keberadaan lalat begitu mengganggu,” katanya.
Keluhan ini lantas ditindaklanjuti oleh pengurus RT dan Karang Taruna. Atas kesepakatan bersama, pada 2018 diputuskan kawasan seluas 4.000 meter persegi ini akan dibersihkan dan siapapun dilarang membuang sampah.
Sukardi mengatakan niatnya pertama dulu adalah bersih-bersih, menjadi apa nantinya belum dipikirkan sama sekali. Hasilnya selama hampir setahun lebih, kerjabakti seminggu sekali oleh ratusan warga membuahkan hasil. Kawasan ini bersih dari sampah.
“Dari sanalah kita kemudian pengurus menentukan kedepan kawasan ini akan dijadikan apa. Usulan menjadi taman rekreasi dan bermain bagi keluarga menjadi usulan yang paling banyak disetujui,” jelasnya.
Selama pandemi Covid-19, warga lantas mengkreasikan ide tentang bentuk taman yang diimpikan. Hasilnya, di taman Sorory yang dibuka pada 10 Oktober lalu ini memiliki kolam renang, pedestrian gantung antara rumpun bambu, gazebo, dan jalur untuk kendaraan ATV.
Sesuai kesepakatan warga, Sukardi mengatakan kedepan seluruh kawasan, ini termasuk tambahan 1.000 meter persegi akan menjadi arena outbound bagi siswa PAUD-TK sampai SD.
“Soal pembiayaan semua bersumber dari uang kas perkumpulan bapak, ibu-ibu dan karang taruna dari dua RT. Belum ada yang luar dan kemungkinan tidak ada. Karena kami ingin memanfaatkan taman ini sebagai sumber pendapatan bagi warga kami,” jelasnya.
Bahkan untuk pengelola delapan warung, pengelola menyerahkan pengurusannya ke kelompok ibu-ibu sebanyak tujuh stan dan kepada karang taruna satu stan. Warga yang ingin berjualan diminta untuk menitipkan dagangannya di sana.
Bahkan di pengurus sendiri sudah terlibat 36 warga yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan.
Selama tiga minggu buka, Sukardi mengatakan dari parkir kendaraan ada pemasukkan sebanyak Rp3-4 juta. Sampai sekarang pengunjung yang datang tidak dikenakan tiket kecuali untuk mandi di kolam atau menikmati ATV.(set)