Bantul, Koran Jogja – Petani tembakau yang ada di Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul mempunyai cara tersendiri supaya bisa menjaga harga hasil panennya tidak turun.
Mereka memilih untuk menyimpan terlebih dahulu hasil panennya. Kemudian baru dijual saat banyak permintaan pasar atau sedang membutuhkan uang.
Ketua Kelompok Petani Tembakau ‘Bhumi Mukti’, Saridi (51) mengatakan, cara tersebut merupakan sistm tunda jual yang telah menjadi tradisi lama.
“Sistem ini supaya bisa mengontrol harga jual agar tidak turun. Petani dan pedagang kecil itu mencari pasar sendiri-sendiri,” katanya ditemui beberapa hari lalu.
Petani maupun pengepul tembakau di Selopamioro selama ini lebih membidik pasar para penikmat rokok lintingan.
Dikenal dengan Mbako Siluk
Letak geografis Desa Selopamioro ini berada di Pegunungan Seribu. Sedangkan area tanamnya berada di pedukuhan Kajor Kulon, Siluk 1, Kalidadap 1, Kalidadap 2, Srunggo 1, Srunggo 2, dan Plemantung.
Hasil produksi para petani tembakau di Imogiri ini adalah varietas Kedu Sili yang dikenal dengan sebutan Mbako Siluk.
Saridi mengatakan, pengembangan pertanian tembakau di daerahnya sudah dilakukan sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VII sampai ke VIII.
Pada masa tersebut, hasil panenan para petani dijadikan seserahan pada Keraton Ngayogyakarta.
Saridi menuturkan, varietas kedu sili ini yang cocok untuk tanah di Imogiri. Dulunya pernah dicoba dengan varietas lain yakni tembakau Sadana dan Virginia.
“Dulu pernaj dicoba, tapi dari cekel (sentuhan), gondo (bau), roso (rasa) dan rupa (warna) tidak ada yang mampu mengalahkan Kedu Sili,” paparnya.
Varietas ini hanya sekali tanam dalam satu tahun. Para petani pun dio sela pergantian musim memanfaatkannya dengan menanam komoditas hortikultura.
Semisal bawang merah, cabai dan padi. Setelah itu, tembakau tetap dipilih sebagai tanaman utama yang dinilai menghasilkan uang lebih besar.
Sampai saat ini tercatat masih ada sebanyak 312 petani yang tetap mempertahankan Mbako Siluk sebagai komoditas andalan.
Setiap satu hektare lahan, rata-rata para petani bisa menghasilkan panen 800 Kg tembakau basah.
Cerita Pedagang Mbako Siluk
Petani sekaligus pedagang besar Mbako Siluk, Budimin (57) di rumahnya RT 02 Dusun Srunggo Dua, Desa Selopamioro.
Memastikan para petani di sini mewarisi dan meneruskan apa yang dulu pernah dilakukan orang tua, termasuk dirinya.
Sebagai pedagang lebih dari 25 tahun, Budimin telah memasarkan Mbako Siluk ke pasar tradisional mulai dari Gunungkidul, Bantul, Kota Yogyakarta sampai Kulon Progo.
Sebagai pedagang besar, selama musim panen berlangsung Budimin mampu menyerap tembakau kering hingga dua ton.
Pasokan dalam jumlah besar inilah yang kemudian didistribusikan ke pelanggannya hingga musim panen berikutnya.
“Harga beli dari petani dan harga jual ke konsumen berbeda, tergantung kualitasnya. Di kala panen, posisi daun mempengaruhi kualitas rasa, aroma dan bentuk. Kebiasaan di sini, satu pohon tembakau dipanen lima kali,” paparnya. (Tio)
Baca artikel lainnya:
