Sleman, Koran Jogja – Indonesia Gastronomy Community (IGC)menargetkan menjadi Indonesia sebagai pusat budaya makanan. Langkah awal adalah dengan menghadirkan kembali berbagai resep masakan era Mataram Kuno yang direkonstruksi dari relief candi dan prasasti.
Bertajuk “dari Borobudur untuk Nusantara’, Ketua Umum IGC, Ria Musriawan menyatakan berbagai kajian masakan kuno ini untuk mewujudkan visi misi melestarikan makanan Indonesia beserta narasi budayanya agar dapat memajukan dan berdaya guna bagi bangsa, serta membawa selera makanan Indonesia ke kancah dunia.
“Lewat relief di Borobudur, kami menggali kembali perjalanan sejarah makanan Indonesia abad 8-10 Masehi. Dengan konsep makanan adalah budaya bangsa, maka gastronomi Indonesia dapat berperan dalam misi-misi diplomasi dan meningkatkan ekonomi melalui gastrodiplomasi,” katanya saat peluncuran program di Candi Prambanan, Minggu petang (4/4).
Langkah ini bagi Gastronosia sebagai cara memberikan pengetahuan mengenai perkembangan gastronomi dari sudut sejarah melalui relief dan prasasti maupun kitab yang mempunyai nilai narasi budaya yang menarik dan bermanfaat untuk diterapkan di masa kini serta masa depan.
Menurut Ria langkah pertama penelusuran relief dan prasasti mengenai makanan kuno dimulai pada 2017 lalu. Eksplorasi mencangkup berbagai relief di Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Cabean Kunti yang untuk kemudian dipadukan dengan keterangan dari 17 prasasti yang telah diterjemahkan.
Bersama tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, upaya rekonstruksi masakan Mataram Kuno juga melibatkan pemerhati kuliner nusantara. Para akademisi dari Universitas Gadjah Mada serta Universitas Indonesia juga turut dihadirkan untuk membantu memberi penamaan yang tepat serta kandungan gizi dan nutrisi dari makanan.
Pamong Budaya Ahli Madya dari BPCB Jateng, Riris Purbasari bercerita bahwa relief yang menggambarkan tentang makanan banyak dipahat di candi. Di Candi Borobudur, dari 1.600 panel, relief tentang makanan banyak ditemukan di lorong pertama.
“Kemudian di kompleks Candi Prambanan relief banyak ditemukan di Candi Brahma. Gambaran relief ini lantas kita bandingkan dengan terjemahan dari 17 prasasti untuk kemudian direkonstruksi ulang,” kata Riris.
Upaya ini menemukan 104 menu masakan sehari-hari masyarakat era Mataram Kuno. Selanjutnya, sembilan dari ratusan menu itu bisa direkonstruksi ulang. Lantas oleh peramu makanan tradisional handal, Sumartoyo tiga menu direkonstruksi di tempat.
Tiga resep kuno yang disajikan yaitu Den Hadangan Prana (Dendeng Kelem Daging Kerbau), Harang-harang Kasyam (Sidat bakar madu), dan Kyasan Kicik Mregan (Kicik Daging rusa).
“Penentuan bumbu yang tepat adalah kesulitan terberat dalam rekonstruksi ulang ini. beberapa bumbu yang digunakan di masa sekarang tidak ada di masa lalu,” jelasnya.
Semisal untuk rasa manis, Toyo mengatakan orang kuno tidak menggunakan kecap namun gula aren. Demikian juga untuk rasa pedas, mereka tidak mengenal cabai, tapi menggunakan biji kemukus.
Dari sisi kajian makanan sehat Toyo tidak menyangka kandungan gizi dan nutrisi dari makanan yang direkonstruksi sudah memenuhi nilai gizi dan nutrisi.. Ia mencontohkan penggunaan daging ikan sidat maupun daging rusa dipilih karena rendahnya kolesterol.
“Ini artinya neneng moyang tidak sekedar membuat masakan karena kebutuhan pokok. Namun mereka sudah memikirkan tentang kebutuhan protein, kebutuhan vitamin yang sepenuhnya bersumber pada bahan-bahan lokal,” jelasnya.(set)