Koran Jogja – Menjadi seorang pemimpin di sebuah perusahaan maupun organisasi tentu tidak mudah. Namun begitu, seorang profesional muda yang tengah meniti karir dari bawah dan berkeinginan menapaki kursi pimpinan diharapkan tidak melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Namun sebaliknya selama bekerja selalu memperkaya pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan profesi maupun bukan. Hal itu dikemukakan oleh praktisi dan penulis buku Djokosantoso Moeljono dalam diskusi bedah buku karangannya yang berjudul The Climbers di ruang seminar Gedung Masri Singarimbun, Magister Studi Kebijakan (MSK) UGM, Kamis (13/2).
Mantan Direktur Utama BRI ini mengatakan ia meniti karir lebih dari 50 tahun. Namun ia tidak menggunakan praktik KKN untuk menggapai posisi puncak karirnya sebagai pimpinan BRI. Sebaliknya ia meniti karir dari bawah. Oleh karena itu ia menyarankan anak muda yang bekerja di perusahaan dan instansi pemerintah tidak menggunakan praktik menyimpang tersebut. “Jadilah seorang CEO tanpa menjilat, menyuap tanpa lewat kendaraan partai politik apalagi perdukunan,” katanya melalui keterangan tertulis pada Jumat (14/2).
Dari pengalamannya meniti karir di perusahaan bank milik pemerintah tersebut, usaha memperkaya pengetahuan dan keterampilan sangatlah penting dalam mendukung karir seseorang agar bisa maju. “Pengetahuan kuat tapi tidak terampil tetaplah rugi,” ujarnya.
Meski menjadi seorang pemimpin tetaplah memerlukan pengetahuan dan keterampilan apalagi adanya pengetahun dalam era digital. Namun ada satu hal yang tidak akan berubah yang dimiliki seorang pemimpin menurutnya adalah integritas. “Walaupun teknologi berubuh namun yang tidak berubah yaitu integritas,” kata alumni FE UGM ini.
Guru Besar Fisipol UGM Prof. Dr. Muhadjir Darwin yang menjadi pengulas buku tersebut mengatakan The Climbers merupakan representasi daru sejarah hidup penulis sendiri yang berhasil CEO dari bank milik negara. “Karirnya benar benar dimulai dari bawah,” katanya.
Untuk menapaki karir hingga menjadi CEO, kata Muhadjir, si penulis melewati banyak rintangan yang ia ibaratkan layaknya seorang pendaki gunung yang ingin sampai ke puncak. “Buku ini bukan bukan biografi tapi gagasan dan konsep yang dikembangkan benar-benar dari pengalaman pribadi sebagai pemimpin,” katanya.
Muhadjir berkata kritik bahwa saat ini banyak buku yang mengulas soal kepemimpinan dengan mengambil model nilai kepemimpinan dari barat. Buku yang ditulis oleh Djokosantoso menurutnya banyak mengutip nilai kepemimpinan dari barat. Diakui oleh Muhadjir, Indonesia minim riset soal kepemimpinan nusantara. Padahal masing-masing suku punya nilai sendiri.
“Kita perlu belajar indigenous studi kepemimpinan. Saat ini di luar sana ada studi nilai kepemimpinan suku Aborigin, Indian, dan Afrika. Karenanya kita akan mendorong mahasiswa S2 melakukan riset kultural untuk mewarnai studi kepemimpinan nasional,” pungkasnya.(adel)