Bantul, Koran Jogja – Kepala Bagian Pemerintah Desa Pemkab Bantul, Kurniantoro, menyatakan shelter mandiri di 72 desa siap beroperasi. Penambahan jumlah kamar tidur untuk merawat pasien positif Covid-19 ini menjadikan total kamar di Kabupaten Bantul mencapai seribu unit.
“Dari 75 desa, per Kamis (21/1) sore 72 desa sudah melaporkan ketersediaan shelternya. Jadi tinggal tiga desa, terakhir mereka melaporkan tengah mencari lokasi penyediaan shelter,” kata Kurniantoro, Jumat (22/1).
Lebih jauh Toro menyatakan lamanya proses penyediaan shelter mandiri, karena Kepala Desa kebingungan menentukan sumber anggaran untuk kebutuhan pasien. Pasalnya anggaran ini tidak bisa dimasukkan ke APBDes karena sudah diketok.
Sebagai solusi Bagian Pemerintahan Desa mengusulkan Desa untuk menggunakan dana bencana alam dan menggalang kebutuhan pasien dengan melibatkan masyarakat secara gotong royong.
Terkait dengan syarat keberadaan shelter, Toro menyatakan selain jauh dari pemukiman dan aktivitas warga. Shelter harus dilengkapi dengan sanitasi lengkap dan mudah diakses oleh kendaraan roda empat jika terjadi keadaan darurat.
Pemkab menyediakan shelter mandiri di desa yang diperuntukan bagi bagi pasien Covid-19 tanpa gejala, bergejala ringan dan tidak memiliki komorbid. Pemantauan kesehatan harian dilakukan Satgas Covid-19, Forum Penanggulangan Resiko Bencana (FPRB) serta petugas kesehatan Puskesmas.
Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharja menyatakan sebanyak 230 bed di seluruh RS rujukan, 200 bed di tiga shelter yang dikelola Pemkab, dan 720 bed di 72 Desa sudah siap.
“RS rujukan diminta menambah 20 persen tempat tidur. Jika ditotal, Bantul sudah menyiapkan seribu lebih tempat tidur ,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana meminta penambahan kamar perawatan Covid19 di rumah sakit jangan terkendala dana dan birokrasi anggaran. Saat ini kondisi Covid19 DIY sudah sangat mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Setelah sepekan PTKM masih menunjukkan kenaikan kasus aktif yang signifikan, bahkan hari ini rekor kasus baru lagi dengan 456 kasus.
“Saya menilai hambatan penyelesaian masalah ini karena birokrasi dan sistem anggaran yang diterapkan membuat Pemda tidak bisa support sesuai harapan. RS dalam kondisi sangat sulit saat ini, wajar saja kalau tanpa suport yang diperlukan mereka hanya alokasi dibawah 20 persen kapasitas RS, padahal ruangan masih banyak,” katanya.(set)