Yogyakarta – Keragaman budaya, agama serta kepercayaan yang ada di Indonesia telah membentuk peradaban Bangsa sesuai dengan nafas Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Merawat dan menjaga aset ini menjadi prioritas program yang digelindingkan Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Indonesia (MLKI) Wilayah DIY.
MLKI DIY ingin mendorong seluruh paguyuban yang terlibat di struktural untuk berperan aktif menjaga komitmen damai dan menghargai perbedaan, melalui Sarasehan Kebangsaan di Hotel Burza, Jogokariyan, Jogja.
Hadir Presidium MLKI DIY Kuswojoyo Mulyo dan Sukoreno. Ditbinmas Polda DIY Kompol Cahyo Wicaksono SH serta Kasi Sosbud Kemas Kejati DIJ Moch Sochib SH.
Pada akhir acara, para perwakilan anggota MLKI dari 42 paguyuban melakukan deklarasi kebangsaan seperti menjaga kerukunan di Yogyakarta dalam bingkai Pancasila dan UUD 1945, berkomitmen menjaga perdamaian, menolak kekerasan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan saling menghargai.
Ketua MLKI DIY Drs Bambang Purnomo SE MSi menyampaikan, Penghayat kepercayaan di DIY merasa aman dan nyaman tinggal Jogja.
Di daerah istimewa ini mereka dapat melaksanakan ibadah yang dianutnya tanpa ada tekanan maupun intimidasi dari pihak manapun. Bagi para penganut kepercayaan, Yogya sebagai ‘City of Tolerance’ benar-benar dirasakan oleh mereka. Value point dalam Sarasehan Kebangsaan ini adalah menjaga kerukunan antar umat beragama, komit terhadap perdamaian, menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa, serta menghargai perbedaan di tengah masyarakat yang heterogen.
“Secara tegas kami menolak segala bentuk kekerasan fisik ataupun non fisik yang mengatasanamakan agama. Aspek ini sangat berbahaya dan bisa menimbulkan perpecahan di masyarakat. Kami juga menolak keras segala tindakan ujaran kebencian (hate speech) dan sikap saling hujat antar anak Bangsa. Upaya yang kami lakukan adalah menjunjung tinggi nilai-nilai sopan santun, tata karma, saling respect, persuasif dan memprioritaskan dialogis ataupun musyawarah mufakat untuk memecahkan suatu masalah,” ujar Bambang, saat diminta keterangan, Rabu (12/2).
Bambang mengatakan, pihaknya menghimbau kepada seluruh paguyuban yang bernaung di MLKI untuk terus menjaga kesolidan dan kekompakan agar tidak mudah terprovokasi. “Sebentar lagi di Sleman, Bantul dan Gunungkidul akan dilaksanakan Pilbup 2020. MLKI harus berperan aktif dan bersinergi dengan aparat terkait untuk ikut menjaga kondusifitas kamtibmas,” ungkap Bambang.
Kompol Cahyo prihatin, akhir-akhir ini banyak gesekan yang timbul di tengah masyarakat akibat sikap egosentris dan kurang menghargai perbedaan. menegaskan keamanan dan ketertiban serta iklim kondusif merupakan tanggungjawab bersama. Seluruh elemen masyarakat harus memiliki kesadaran untuk menciptakannya, minimal di wilayah tempat tinggalnya masing-masing.
“Pemahaman akan pentingnya menghargai suatu perbedaan harus dipupuk secara berkala. Pembinaan persuasif kepada publik pun harus dilakukan bertahap. Sebagai Bangsa Timur, kita harus bisa menumbuhkan sikap saling menghormati, menghargai, junjung nilai sopan santun serta tata karma kepada sesama anak Bangsa,” terang Cahyo.
Awalnya, MLKI diinisiasi pada November 2012 melalui kesepakatan Kongres Nasional yang diadakan Dirjen Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi dibawah naungan Kemendikbud RI. Lalu pada Oktober 2014 pada Sarasehan Nasional di Kraton Yogyakarta, MLKI resmi dideklarasikan sekaligus pengesahan pembentukan Dewan Musyawarah Pusat yang dilantik oleh Wamendikbud RI Prof Wiendu Nuryanti Phd. Hingga kini jumlah anggota aktif berkisar 42 paguyuban yang tersebar se-Indonesia.
Kepala Kesbangpol DIY, Agung Supriyono SH berharap dengan sarasehan MLKI ini bisa eksis dan menjadi wajah dari seluruh penghayat kepercayaan di Yogyakarta sehingga apa yang menjadi persoalan-persoalan penghayat di Yogyakarta ini, bisa difasilitasi di MLKI.
“Selain itu, bisa menginventarisasi jumlah penghayat-penghayat kepercayaan di Jogjakarta ini ada berapa sih karena kalau di pendataan Kejaksaan DIY itu ada 92 penghayat kepercayaan. Lalu setelah diplenokan dalam konteks pertanggungjawaban MLKI tahun 2015, ada 37 paguyuban, kemudian pada tahun 2019, tercatat ada 42,” imbuh Agung.
Agung pun menginginkan ke depannya bisa mencatat jumlah riil penghayat kepercayaan di Jogjakarta dan bisa memenuhi hak-hak dari anggota MLKI yang menjadi kewajiban pemerintah bisa terfasilitasi dengan baik, seperti hak penguatan kelembagaan untuk memberdayakan sejumlah paguyuban yang terinventarisasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Di Jogjakarta ini semangat untuk melestarikan budaya bangsa itu tidak bertentangan dengan UUD 45 dan Pancasila sehingga menurut kami MLKI pantas didukung oleh semua unsur dalam rangka persatuan dan kesatuan,” ujar Agung.
Anggota Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) DIY Harjo Sudarjono mengatakan, di Jogja semua lancar dalam melaksanakan ritual maupun peribadatan masing-masing di setiap sanggar paguyubannya. Semuanya berjalan lancar.
“MLKI di DIY hingga saat ini telah memiliki kurang lebih 10.000 anggota yang tergabung dalam 42 paguyuban. Hak-hak mereka dalam beribadah sebagai penganut kepercayaan selalu dilindungi pemerintah daerah, sama halnya yang diberikan kepada umat enam agama lain yang ada di tanah air,” kata Harjo.
“Harapannya budaya penuh toleransi di DIY senantisa dapat terus terbina. Walau berbeda dalam hal agama maupun kepercayaan, hendaknya itu semua tak menjadikan jarak pemisah antara umat dalam bermasyarakat,” imbuh Harjo.
Justru sebaliknya, lanjut Harjo, perbedaan tersebut dapat menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa ini dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Semangat toleransi itu yang harus kita jaga.
“Kegiatan sarasehan kebangsaan bertujuan untuk memperat tali silaturahmi antar anggota. Selain itu, sarasehan ini bertujuan memperkenalkan diri terhadap masyarakat luas terkait paguyuban MLKI.
Agar penghayat di DIY mendapatkan bekal dari instansi pembina seperti dari Dinas Kebudayaan, Kejaksaan, dan Kepolisian karena yang hadir di sini para pengurus teras dan sesepuh paguyuban di 42 paguyuban. juga menyosialisasikan pembentukan program kerja, pemilihan pengurus baru, dan produk musyawarah wilayah (muswil), salah satunya berupa kode etik karena MLKI DIY telah melaksanakan muswil pertama di Bantul pada tanggal 21 September 2019 lalu,” kata Harjo.
Selain itu, dalam kaitanya dengan Pilkada 2020 di wilayah Jogjakarta, Harjo mengharapkan, kegiatan sarasehan kebangsaan ini sebagai bentuk konsolidasi untuk bersama-sama menebarkan informasi guna turut serta menciptakan situasi kamtibmas di DIY.
“MLKI DIY sebagian besar anggotanya berusia di atas 50 tahun dan beberapa menjadi tokoh di masyarakat. Untuk itu, sarasehan ini diharapkan mampu memberikan pengayoman dan contoh yang baik terhadap masyarakat sekitar terhadap berlangsungnya Pilkada 2020 sehingga dapat berjalan dengan aman dan tertib,” ucap Harjo.(asti)