Bantul, Koran Jogja – Pengelola obyek wisata di Kecamatan Dlingo, Bantul keberatan penyebutan jalur berbahaya yang ditujukan untuk Jalan Dlingo-Imogiri.
Mereka ingin dilakukan penyelidikan yang komprehensif terkait penyebab kecelakaan tunggal bus Gandhos Abadi yang menewaskan 13 orang di Bukit Bego, Minggu siang (6/2/2022).
Ketua Koperasi Noto Wono Purwo Harsono, mengatakan mengikuti himbauan (bus dilarang melintas) yang dikeluarkan pihak berwajib. Tapi dirinya mengaku tertarik dengan pernyataan polisi yang akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Kita ingin mengetahui faktor penyebab sebenarnya dari kecelakaan itu,” kata Ipung, Selasa (8/2/2022).
Pasalnya jalur yang disebut rawan dan berbahaya ini menurut datanya sejak November sampai sekarang ini sudah dilintasi 1.312 bus besar dan semua aman.
Data ini disebutnya belum tentu kecelakaan disebabkan jalur sebagai faktor utama.
“Jalur sudah dibangun lebar. Organda DIY sendiri sudah tes driver, silahkan dikonfirmasi. Berarti tidak karena luas jalan,” lanjutnya.
Dirinya juga mengajak untuk merunut dengan logika kondisi bus sesaat sebelum kecelakaan. Pasalnya sebelum kecelakaan, bus berpenumpang 47 orang sempat mogok dan didorong menanjak.
“Kecelakaan yang sama pada 2017 dengan korban dua meninggal kondisi busnya juga sama. Bahkan sempat ditarik dua kali. Bus sudah bermasalahan sebelum kecelakaan. Itu logika saja,” ucap Ipong.
Dari fakta itu, seharusnya rekomendasi berisi himbauan agar melintasi daerah tanjakan atau jalur Dlingo-Imogiri menggunakan bus yang layak.
Tidak serta merta memakai bus buatan lama. Jika seperti itu, Ipung mengatakan pihaknya yang dirugikan.
“Kita tidak serta merta ngeyel bahwa jalur ini aman. Tidak, saya tidak seperti itu. Tapi kepingin dibuka hal sebenarnya. Apakah kejadian kemarin disebabkan oleh human error pengemudi, kelayakan kendaraan atau memang karena jalur,” ujarnya.
Soal keberadaan shelter yang disinggung Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ipung mengatakan hal ini merupakan topik lama yang sudah dibahas lama.
Menurutnya kehadiran shelter ini mestinya dipertimbangkan nilai ekonomis pariwisatanya.
“Contoh ketika Gubernur menghendaki Wanawisata Budaya Mataram tiketnya tidak boleh mahal. Tapi shulter menerapkan harga yang tidak terjangkau. Ini otomatis berpengaruh ke kami,” jelasnya.
Kepala Dinas Perhubungan Bantul Aris Suharyanta menjelaskan penghidupan wacana shelter, tempat berhentinya bus wisata di Terminal Imogiri perlu dukungan semua pihak. Tidak bisa hanya Dishub dan Polres yang bergerak.
“Kordinasi dengan Camat Imogiri waktu itu, shelter ini dikelola oleh Pokdarwis. Lalu usai berkunjung dari atas, wisatawan diajak berkunjung ke berbagai obyek wisata dan pusat UMKM di wilayah Imogiri. Ini untuk mempromosikan wisata lokal Imogiri,” jelas Aris. (Set)