Bantul, Koran Jogja – Geram karena tidak pernah didengar suaranya apalagi diperhatikan oleh pemerintah, warga Dusun Banyakan, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul sepihak menutup tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Piyungan, Sabtu (7/5) pagi.
Meski Dusun Banyakan berjarak empat kilometer dari TPST, namun warga selama 28 tahun terdampak lansung limbah sampah baik dari dari aliran lindi maupun sampah fisik ketika musim hujan tiba.
Koordinator aksi Herwin Arfianto menyatakan gerakan ini menolak keras transisi pembuangan sampah ke lahan baru di sebelah utara TPST Piyungan dengan luasan 2,1 hektar, menolak adanya pembebasan lahan dan sepakat untuk menutup permanen.
“Penutupan legal dilakukan karena sesuai instruksi Surat Edaran (SE) nomor 188/41512 tanggal 20 Desember 2021 yang diketahui kepala Dinas Lingkungan Hidup dan kehutanan Diy Kuncoro Cahyo Aji, TPST Piyungan ditutup Maret 2022,” katanya saat memimpin aksi di jalan masuk utama akses TPTS.
Tapi sampai batas instruksi yang diberikan, namun hingga Mei ini TPST masih dipaksakan pengelola untuk pembuangan sampah. Padahal kondisi tampungan sudah memprihatinkan dan tidak mungkin lagi dipaksakan dibuangi sampah.
“Jika dipaksakan hanya akan memperparah dampak kepada masyarakat Dusun Banyakan kedepan. Namun juga dusun-dusun lainnya,” katanya.
Ketua RT 04 Dusun Banyakan Sogiman mengatakan sebanyak 80-an KK terkena dampak langsung dari pembuangan air lindi yang mengalir melewati sungai di pinggir dusun.
“Di musim kemarau, menimbulkan bau menyengat dan saat musim hujan membawa tumpukan sampah. Pemerintah tidak bijak mengelola sampah,” jelasnya.
Selain berdampak pada sumber air di sumur milik warga, bau busuk yang ditimbulkan menjadi keluhan setiap saat. Bahkan beberapa warga sempat mengalami sesak nafas akut. Karena ekonomi, banyak warga yang memilih bertahan.
Sogiman mengatakan selama puluhan tahun menjabat sebagai ketua RT dirinya tidak pernah diajak urun rembug mengenai pengembangan maupun perencanaan TPST Piyungan. Tahu-tahu menerima kebijakan yang sudah jadi dan berdampak menyakitkan warga.
“Tidak pernah ada kompensasi bagi kami. Warga dianggap tidak ada dan dianggap mati. Kami tidak pernah di-wong-kan (diorangkan) Gubernur. Tuntutan kami hanya satu, tutup permanen tanpa ada tawar menawar lagi,” tegasnya.
Camat Piyungan Muhammad Barid menyatakan pihaknya akan meneruskan ke pimpinan hingga provinsi mengenai aspirasi dan keinginan warga Dusun Banyakan.
“Pesan saya, jangan sampai aksi ini disusupi oleh orang luar. Ini aksi murni dari warga, jangan sampai terprovokasi,” katanya.
Meski di pintu masuk aksi sudah selesai, namun warga memutuskan tetap melakukan penjagaan agar tidak ada kendaraan pengangkut sampah yang masuk. Warga memasang portal bertuliskan, ‘Menolak Keras TPA Transisi dan Menutup Permanen TPST Piyungan #BanyakanMenolak #BanyakanMelawan’. (Set)