Yogyakarta, Koran Jogja – Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) kedepan akan konsisten mengarap dan mengembangkan kawasan selatan sebagai upaya memperkecil ketimpangan ekonomi maupun kualitas sumber daya manusianya (SDM).
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Kadarmanta Baskara Aji saat forum group discussion (FGD) penyusunan pokok-pokok pikiran DPRD DIY terhadap Rencana Kerja Perangkat Daerah 2023, Selasa (2/11).
“Di tahap ke empat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2005-2025 saat ini sudah masuk tahap IV (2021-2025). Sejumlah program menunjukkan hasil positif,” jelasnya.
Dirinya mencontohan raihan skor dalam Programme for International Student Assessment (PISA). DIY sejajar dengan Malaysia dan Brunei. Demikian juga dengan tingkat kunjungan wisatawan, domestik maupun mancanegara, menunjukkan tren positif dari 2005 hingga 2019.
Pemda, kata Aji juga mengaku ada tiga indikator sejak tahun pada RPJMD targetnya tidak pernah terpenuhi. Ketiga hal itu adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Gini dan Persentase Angka Kemiskinan.
Sebagai upaya mencapai target tersebut, Aji menjelaskan Pemda akan fokus pada beberapa sejumlah isu strategis, salah satunya ketimpangan antar wilayah.
“Baik ketimpangan kepemilikan SDA maupun SDM, ketersediaan sarpras hingga alokasi intervensi pemerintah. Ketiga hal ini menurutnya membutuhkan tinjauan-tinjauan khusus,” ujarnya.
Saat ini Pemda DIY konsisten mengembangkan kawasan selatan yang ada di tiga kabupaten. Ketiga kabupaten ini memiliki wilayah berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, yaitu Kulon Progo, Bantul dan Gunungkidul dengan luas wilayahnya sebesar 80 persen dari luas DIY.
Dari data, ketiga kabupaten ini secara ekonomi memberikan kontribusi sebesar 41,04 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi.
Dengan garis pantai sepanjang 113 km dan potensi ikan laut sisi selatan mencapai 320.600 ton per tahun. Sedangkan produksi perikanan tangkap DIY saat ini masih sangat rendah. Pada 2020 hanya 6.545 ton.
Terkait ketimpangan kemiskinan dan pendapatan, mengacu pada struktur ekonomi, daerah dengan struktur ekonomi dominan agraris cenderung memiliki ketimpangan yang rendah dibandingkan daerah dengan struktur ekonomi dominan industri.
“Ketimpangan aset, baik modal, tanah maupun SDM. Dan lagi-lagi adanya intervensi pemerintah yang kurang tepat. Demikian juga dengan disparitas ketimpangan IPM di Gunungkidul masih di bawah rata-rata nasional. Padahal penyebab ketimpangan IPM di DIY dipengaruhi kondisi kesejahteraan ekonomi yang masih timpang,” jelas Aji.
Hal lainnya, postur APBD DIY sangat mengandalkan dana transfer dari pusat. Derajat ekonomi fiskal yang menunjukkan proporsi PAD terhadap total pendapatan berada di angka 33,46 persen dan masih berada di bawah rata-rata nasional.
Sosiolog UGM Arie Sudjito, pembangunan semestinya berorientasi kemartabatan, yang dilandasi nilai humanisme dan kesejahteraan. Karena masyarakat DIY sangat majemuk dan dinamis, dimana kebutuhan formulasi peran negara yang responsif sesuai konstitusi dan relevansi membangun kewarganegaraan.
“Perubahan sosial terus bergerak cepat, dengan segala corak, orientasi maupun resikonya. Isu tata ruang, seperti kemacetan, polusi udara dan air juga tidak boleh dilupakan. Pandemi telah mengakibatkan kemerosotan struktural dan juga kerentanan sosial harus menjadi perhatian serius,” katanya.(set)