Bantul, Koran Jogja – Prinsip hidup aktivis peduli lingkungan Yos Handani bersama istrinya, Filiana Mila Dewi, yang tidak menggunakan berbagai produk berkemasan plastik melahirkan ide akan produk baru. Kaldu tempe organik, produk terbaru yang dihadirkan untuk melawan sistem penggunaan plastik.
Ditemui di kediamannya yang diberi nama Rumah Inspirasi Jogja (Rumijo) Eco Indonesia di Dusun Kalipucang, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul menceritakan bagaimana awal lahirnya produk bumbu yang disukai kalangan ekspatriat.
“Sejak 12 tahun lalu kami memutuskan tidak menggunakan produk yang dikemas menggunakan plastik atau tas kresek. Jika terpaksa, tas kresek pakai ulang adalah pilihan utama,” kata Yos, Selasa (25/5).
Mereka berdua memandang keberadaan plastik semakin menambahi bumi atas sampah plastic. Bahkan solusi membakarnya pun menghadirkan dioksida berbahaya bagi kehidupan.
Prinsip ini memaksa Yos sekeluarga harus berkreasi menghadirkan produk-produk yang tidak menggunakan plastic. Awalnya pasta gigi. Sebab kemasan pasta gigi tidak bisa didaur ulang. Kemudian berkembang ke produk sabun mandi berbahan minyak kelapa dan beberapa produk lainnya.
“Setengah tahun, muncul keprihatinan kami akan sampah dari kemasan bumbu dapur. Kami lantas berkeinginan menghadirkan bumbu dapur yang tanpa dibungkus dan organic,” katanya.
Dari berbagai uji coba, akhirnya produk kaldu tempe dengan merek ‘Bumbu Ibu’ berhasil dilahirkan. Pemilihan merk ini menurut Yos untuk mengingatkan akan semangat ibu, baik ibu kandung maupun ibu bumi, yang telah memberikan segalanya bagi kehidupan manusia tanpa mengharapkan pamrih.
“Ibu hanya butuh diperhatikan, dirawat dan terus dijaga,” ujarnya.
Penggunaan kaldu ini juga untuk mengurangi penggunaan garam yang berlebihan. Mengingat banyak sampah dibuang ke sungai, dan air sungai mengalir ke laut dan laut adalah tempat untuk memproduksi garam.
Dibanderol per 100 gramnya sebesar Rp45 ribu, pembeli bisa membeli ulang dengan membawa botol kemasan maka diberikan potongan Rp10 ribu. Kaldu tempe menurut Yos banyak diminati kalangan ekspatriat di Jakarta, Bali, Surabaya dan Yogyakarta.
Disela-sela proses pembuatan, Filiana Mila Dewi menceritakan bahan baku utama kaldu ini didapatkan dari para pedagang tempe yang sudah tidak laku dijual. Mila mengatakan dirinya tiga hari sekali untuk barter produk kaldunya dengan tempe yang tidak laku.
“Prosesnya mudah, bersama bumbu tempe ini kita tumbuk, kemudian kita oven hingga satu-dua jam. Usai proses ini olahan ini terus kita dan langsung dikemas,” katanya.
Baik Yos maupun Dewi, produk kaldu tempe berbahan organik ini akan kalah pamor dengan produk kaldu yang dikembangkan perusahaan besar. Namun kehadiran kaldu ini bagi mereka adalah membentuk sistem baru dalam mengurangi penggunaan plastik.(set)