Sleman – Pelecehan seksual diduga terjadi di lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Atas hal tersebut pihak kampus pun mengeluarkan beberapa pernyataan sikap.
Ketua Tim Pendampingan Korban, Syarif Nurhidayat mengatakan kronologi dari kejadian tersebut yakni pada 28 April 2020, pimpinan Universitas Islam Indonesia (UII) membaca selebaran daring yang dibuat oleh Aliansi UII Bergerak terkait dengan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IM, alumnus UII yang lulus pada 2016.
“Kami langsung melakukan pelacakan informasi termasuk pengaduan atau laporan resmi yang masuk. Kami tidak menemukannya,” katanya dalam keterangan tertulis pada Kamis (30/4).
Meski demikian, pihaknya mengganggap serius isu ini. Syarif Nuridayat mengatakan posisi UII sangat tegas, tidak memberi ruang kepada tindakan pelecehan atau kekerasan seksual. “Kami membentuk tim untuk melakukan verifikasi terhadap tuduhan-tuduhan Aliansi UII Bergerak,” katanya.
Ia mengatakan pelacakan lanjutan menemukan ada dua psikolog UII yang dikontak oleh dua korban berbeda untuk mendapatkan pendampingan psikologis, pada sekitar Maret dan Juli 2018. Pada saat itu fokus pada pendampingan psikologis korban dan korban tidak meminta pendampingan hukum.
Pada pertengahan April 2020, seorang korban lain menghubungi Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII, melalui salah satu psikolog. Tim psikolog dan DPK UII sedang merencanakan forum untuk mendalami keterangan dari korban. Pendampingan psikologis kepada korban juga masih berjalan.
UII menyediakan bantuan pendampinan psikologis kepada korban lain, jika ada, melalui layanan konseling mahasiswa di DPK UII. Korban lain, jika ada, juga diharap melaporkan melalui formulir pengaduan daring di laman beh.uii.ac.id.
“UII mendorong korban untuk membawa masalah ini ke ranah hukum, karena status IM sudah sebagai alumnus. Pada 29 April 2020, UII sudah meminta LKBH Fakultas Hukum UII untuk memberi bantuan atau pendampingan hukum jika diperlukan korban,” ucapnya.(rid/eks)