Yogyakarta, Koran Jogja – Festival seni rupa kontemporer ARTJOG telah memutuskan untuk menunda dan menjadwalkan ulang program-programnya menyusul diberlakukannya masa tanggap darurat nasional akibat pandemi Covid-19. Sedianya, perhelatan edisi tahun 2020 (MMXX) yang mengusung tajuk time (to) wonder ini akan berlangsung pada 23 Juli – 30 Agustus.
Namun, mengingat krisis layanan kesehatan nasional yang belum juga membaik, dan dampak pandemi global yang masih sangat sulit diprediksi hingga beberapa bulan ke depan, Heri Pemad Manajemen (HPM) selaku penyelenggara ARTJOG, akan menggeser waktu penyelenggaraan ARTJOG Arts in Common MMXX | time (to) wonder ke tahun 2021, sekaligus mencanangkan ‘edisi tanggap darurat’ yang bertujuan merespon situasi yang melanda Indonesia saat ini.
“Waktunya bertanya (dan berpikir): Time to wonder “Ini sebuah keputusan yang harus kami ambil dengan berat hati di masa yang sulit,” demikian dikatakan CEO HPM, sekaligus direktur eksekutif ARTJOG, Heri Pemad dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga: Kisah di Balik Patung Karya Nyoman Nuarta di UNY
Ia mengatakan semua orang mengakui bahwa selama belasan tahun ARTJOG telah menjadi kegiatan seni rupa yang selalu ditunggu-tunggu oleh khalayak seni rupa nasional maupun internasional setiap tahunnya.
Sejak penutupan resmi ARTJOG edisi tahun lalu (23 Agustus 2019), segenap tim HPM dan para kurator telah mencurahkan tenaga dan pikiran untuk penyelenggaraan festival tahun ini. “Tapi situasi di berbagai sektor (sosial, ekonomi, politik, budaya) telah memaksa kami untuk menunda rencana. Untuk itu kami meminta maaf kepada segenap khalayak pendukung ARTJOG, juga kepada para seniman yang telah kami undang untuk berpartisipasi pada festival tahun ini,” katanya.
Pada 28 Februari 2020, dalam acara sosialisasinya di Jogja National Museum, ARTJOG telah meluncurkan tema edisi festival tahun ini: time (to) wonder. Pada kesempatan itu,salah satu kurator ARTJOG, Agung Hujatnikajennong kembali menjelaskan idenya tentang ARTJOG Arts in Common sebagai sebuah rangkaian festival yang, “…masing-masing berfokus pada ihwal ‘ruang’, ‘waktu’ dan ‘kesadaran’ untuk tiga edisi penyelenggaraan setiap tahunnya (2019 hingga 2021).
Tiga edisi festival tersebut pada dasarnya dinaungisatu tema besar, yaitu ‘Artsin Common’, dan mengusung sub-tema tahunan yang saling melengkapi satu sama lain.
Dalam penyelenggaraan tahun lalu, ARTJOG MMXIX common | space sukses menyelenggarakan sebuah pameran dan program-program publikyang menyedot perhatian khalayak. Edisi itu mencatatkan rekor kunjungan tertinggi sepanjang sejarah ARTJOG, yakni sejumlah 101.500 pengunjung dari Indonesia maupun mancanegara (dalam waktu 30 hari).
“Sebagian besar karya dalam pameran common | space mempersoalkan krisis ekologi yang disebabkan oleh dominasi manusia atas habitat alam dan makhluk hidup lainnya. Sementara dengan time (to) wonder kami ingin mengajak para seniman dan khalayak untuk memaknai ‘waktu’sebagai pokok-soal filosofis yang ada dalam sepanjang sejarah kebudayaan manusia. Tema ini saya harapkan bisa memancing perenungan mendalam tentang bagaimana selama ini manusia memaknai masa lalu, hari ini dan masa depan,” kata Agung.
Sejak awal, ARTJOG Arts in Common memang digagas sebagai perhelatan yang merespon persoalanpersoalan yang kontekstual dengan jamannya. Dan tim kurator ARTJOG merasa bahwa situasi krisis yang tengah dihadapi oleh segenap warga dunia hari-hari ini justru menjadi momentum besar untuk segenap praktisi kesenian untuk sejenak mengambil jeda, untuk berpikirsecara lebih jernih, kritis dan reflektif tentang pola-pola rutin yang selama ini telah berjalan.
“Memang, penjadwalan ulang pada awalnya disebabkan oleh hambatan-hambatan teknis. Tapi kami juga berpikir lebih jauh, bagaimana krisisini justru dapatmendorong kita untuk bertindak secara lebih kreatif, untuk menggagas hal-hal baru di luar kebiasaan,” kurator yang juga salah satu pendiri ARTJOG, Bambang Toko Witjaksono.(rls)