Yogyakarta, Koran Jogja – Asosiasi Kontraktor Nasional (Askonas) memperkirakan jumlah pengusaha bidang jasa konstruksi bakan turun drastis hingga 80 persen dari yang terdata sekarang. Prediksi ini merupakan dampak penerapan regulasi turunan UU Cipta Kerja yang semakin ketat.
Ketua Umum DPP Askonas M Lutfi Setiabudi pada Kamis (4/11) malam menerangkan dengan keberadaan regulasi baru di sektor jasa kontruksi, pengusaha jasa konstruksi wajib beradaptasi mulai tahun depan.
“Regulasi nanti lebih mengarah pada penggunaan teknologi. Bakal ada yang tertinggal. Bagi yang siap akan mengecil, bagi yang siap akan membesar secara potensi. Ini yang kami antisipasi agar semua anggota kami bisa berkembang,” katanya.
Peraturan turunan dari UU Cipta Kerja yang dibahas intens oleh DPP Askonas antara lain PP No.5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, PP No.14/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan PP No.12/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selama ini, menurut Lutfi, menjadi pengusaha kontruksi wajib memiliki modal dasar berupa penguasaan neraga keuangan, penjualan tahunan, pengalaman, kepemilikan personel per satu subkualifikasi, pemenuhan kepemilikan peralatan.
“Agak berat regulasi ini nantinya. Akan banyak pengusaha tidak tertib administrasi, seperti detail uang keluar masuk. Padahal akan diaudit oleh akuntan publik, ini menjadi kendala tersendiri,” lanjutnya.
Kedepan, Askonas akan memberikan edukasi ke anggotanya sebelum regulasi terbaru diterapkan tahun depan. Salah satunya pada penyesuaian dari kebutuhan jasa konstruksi terkait dari Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2017 menuju KBLI 2020.
Ketua Bidang Organisasi DPP Askonas Mofa Caropeboka memperkirakan regulasi yang baru nanti diperkirakan bakal berdampak pada 80% pengusaha jasa kontruksi yang tercatat berjumlah 17 ribu.
“Bila kondisi ini yang terjadi, proses pembangunan di Indonesia terhambat dan penyerapan anggaran susah. Kami berharap pemerintah serta memfasilitasi mempersiapkan berbagai perangkatnya, agar perusahaan yang serius bisa masuk” jelasnya.
Cita-citanya yang tertuang dalam aturan itu baik sekali, namun perlu diingat pekerjaan pemerintah harus dilakukan perusahaan yang benar-benar fit. Sehingga kekurangan badan usaha untuk membantu pekerjaan pemerintah bisa teratasi.
Pakar hukum Budi Danarto yang menjadi pembicara kunci rapat itu melihat pemerintah belum sepenuhnya siap menerapkan aturan baru terkait UU Cipta Kerja bidang konstruksi.
Dengan batas waktu sertifikasi semua badan usaha semua berakhir 31 Desember, Budi melihat proses pendaftaran melalui one single system (OSS) belum siap. Perpanjangan batas waktu seharusnya ditinjau ulang pemerintah.(set)