Jumat, 18 April 2025
Koran Jogja

Tak Ada Kompromi Lagi, Anggota DPD RI Minta Permen PPKS Segera Dicabut

 

Yogyakarta, Koran Jogja – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI DIY Cholid Mahmud meminta supaya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No 30 Tahun 2021 segera dicabut.

Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tersebut mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Cholid Mahmud mengatakan penolakan terhadap terbitnya Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 itu sudah semakin menguat. Bahkan tidak hanya dari kalangan pendidik, perguruan tinggi maupun kampus. Namun organisasi masyarakat juga sudah menyuarakan penolakan.

“Tidak ada kompromi lagi. Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan MUI (Majelis Ulama Indonesia) sudah menolak. Sudah keharusan Permendikbudristek No 30/2021 dicabut dan direvisi sejalan dengan Pancasila dan UUD 45,” katanya, Selasa (16/11/2021).

Cholid Mahmud mengayakan Permen tersebut  sebenarnya adalah isu yang berawal dari dunia Barat yang dikenal dengan kebebasan seks.

“Budaya Barat dengan seks bebas itu, framenya dipindahkan begitu saja ke sini (Permen PPKS). Sepenuhnya dipindah ke kita. Seolah-olah background kita sama,” kata dia.

Regulasi itu sebenarnya sudah pernah muncul di UI kemudian ditentang oleh banyak pihak akhirnya dicabut. “Tidak tahu kok bisa dipindah ke Kemendikbud dan menjadi bertambah luas. Padahal background kita berbeda,” ucapnya.

Cholid berharap Mendikbudristek Nadiem Makarim mau mendengar aspirasi tersebut kemudian mencabut peraturan yang bertentangan dengan Pancasila dan tujuan pendidikan, bukan sebaliknya justru mengancam kampus dan perguruan tinggi yang melakukan penolakan. “Banyak kampus bersuara dan banyak yang menentang,” katanya.

Dalam Permendikbudristek No 30 tahun 2021 terdiri dari sembilan bab dan 58 pasal. Ditetapkan di Jakarta 31 Agustus 2021, diundangkan pada 3 September 2021 dan masuk Berita Negara Republik Indonesia tahun 2021 Nomor 1000.

Dari sisi judul, Permendikbudristek No 30/2021 ini senafas dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang batal disahkan. Judul Permendikbudristek No 30/2021 adalah Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

“RUU PKS lingkupnya lebih umum yaitu seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sedangkan Permendikbudristek lingkupnya lebih khusus yaitu di Perguruan Tinggi. Tetapi keduanya mengangkat tema utama yang sama, yaitu tentang kekerasan seksual,” ucapnya.

Cholid menyatakan, nuansa dalam RUU PKS dan Permendikbudristek No 30/2021 adalah sama yaitu melegalkan seks bebas yang bertentangan dengan norma hukum dan norma susila di Indonesia.

Jika dalam RUU PKS nuansa seks bebas itu disembunyikan dalam Bab I, pasal 1; sedangkan dalam Permendikbudristek justru sangat transparan dimasukkan dalam pasal 5.

Mestinya semangat regulasi di Indonesia ini merujuk kepada Pancasila dan UUD 45. Sementara Permendikbudristek No 30/2021 jelas-jelas bertentangan dengan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Berbagai macam bentuk tindakan perzinaan, pemerkosaan, dan pencabulan jelas-jelas bertentangan dengan jiwa dan roh Pancasila serta UUD 1945, baik perbuatan itu dengan persetujuan Korban atau tanpa persetujuan Korban.

“Pada hakikatnya agama-agama di Indonesia melarang seks bebas dalam berbagai macam bentuknya. Hubungan seks hanya dibenarkan melalui perkawinan yang sah,” tandasnya.

Dalam  Penjelasan Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menempatkan Pancasila sebagai dasar, ideologi negara sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. (*)

Leave a Reply