Jumat, 26 April 2024
Koran Jogja

Tangani Pandemi, Penyelesaian Kasus Polda DIY Turun

Yogyakarta, Koran Jogja – Dalam jumpa pers akhir tahun, Wakapolda DIY Brigjen Raden Slamet Santoso menyebut penyelesaian kasus kejahatan yang masuk sepanjang 2021 mengalami penurunan. Keikutsertaan Polri dalam penanganan pandemi Covid-19 menjadi alasan.

Diselenggarakan di Jogja Rich Hotel Rabu pagi (29/12), Wakapolda Slamet memaparkan selama 2021 pihaknya menerima laporan kejahatan sebanyak 4.886 kasus. Dari angka itu, hanya 59,3 persen kasus yang terselesaikan.

“2020 lalu kasus yang masuk baik Polda maupun Polresta/Polres ada 4.353 kasus. Lebih rendah dibandingkan tahun ini. Namun kasus yang mencapai 3.184 kasus atau 73,1 persen,” jelasnya.

Kondisi yang sama juga dialami Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda DIY, angka laporan kasus yang masuk di 2021 sebanyak 3.899 dan yang terselesaikan 2.709 atau 69 persen.

Tahun sebelumnya, 2020, jumlah laporan yang masuk lebih rendah yaitu 3.805, namun kasus terselesaikan sebanyak 2.831 atau 74 persen.

“Rendahnya penyelesaian pelaporan kasus yang masuk tahun ini kami akui karena adanya keterlibatan Polri dalam penanganan pandemi Covid-19,” ungkapnya.

Dari satu kota dan empat kabupaten, Kabupaten Sleman menduduki urutan pertama dengan pelaporan kasus sebanyak 1.259 dimana 747 kasus terselesaikan. Kemudian disusul Bantul, 1.135 kasus dengan 855 kasus terselesaikan.

Kota Yogyakarta berada di posisi ketiga dengan 446 kasus yang dilaporkan dan terselesaikan 293. Kulonprogo, 381 kasus dengan 265 kasus terselesaikan, dan terakhir Gunungkidul sebanyak 256 kasus, 230 kasus terselesaikan.

Wakapolda Slamet juga memaparkan angka kejahatan klitih meningkat tahun ini dibanding sebelumnya. Tahun lalu ada 52 laporan klitih dengan 38 kasus terungkap dan 91 orang ditetapkan tersangka.

“Tahun ini, ada 58 kasus, 40 terungkap, dan 102 orang kita amankan. Rata-rata pelaku yang kita amankan merupakan pelajar dengan jumlah 80 anak. Ini menjadi perhatian bersama,” jelasnya.

Keterlibatan senior di sekolah-sekolah menurut Wakapolda menjadikan penanganan klitih ini never ending proses. Kehadiran berbagai pelajar dari penjuru nusantara di DIY disebutnya membawa nuansa perpecahan akibat budaya yang berbeda.

“Pelajar SMA dan mahasiswa selalu berganti terus. Sehingga kita harus terus memberikan pembimbingan penyuluhan mensosialisasikan tentang kebaikan dan sebagainya. Masing-masing hadir dengan budayanya. Budaya kita harapkan sebagai kekuatan penyatu, bukan perceraian,” terangnya.

Polda tahun depan akan melakukan penyuluhan di daerah-daerah yang sudah terpetakan tempat munculnya pelaku klitih. Penanganan klitih menurut Wakapolda haruslah progresif dengan melibatkan banyak pihak khususnya masyarakat dan orang tua anak. (Set)