Jumat, 26 April 2024
Koran Jogja

Bupati Bantul Kecewa Ada Sekolah Tak Ijinkan Siswa Ujian

Bantul, Koran Jogja – Terkait kasus sejumlah siswa SMP Muhammadiyah Banguntapan tidak diperkenankan mengikuti ujian akhir semester, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengaku kecewa. Pihaknya berjanji tidak akan ada lagi kasus serupa di Bantul.

“Ini sudah kita fasilitasi agar anak itu tetap harus bisa mengikuti ujian. Jadi apa yang dilakukan sekolahan tidak akan terjadi lagi di Kabupaten Bantul,” kata Halim Jumat (10/6).

Menurutnya, hak anak harus diberikan, apapun kondisi ekonomi orangtuanya. Hak-hak pendidikan anak itu harus tetap diberikan. Sehingga pihaknya memfasilitasi anak yang bersangkutan diperbolehkan untuk ujian.

“Saya menghimbau seluruh sekolah baik negeri maupun swasta untuk memberikan hak pendidikan kepada anak tanpa pandang bulu. Yang tidak mampu itu kan orang tuanya, sementara anak-anak ini menurut UUD memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang wajar dan layak,” tegasnya.

Sebelumnya, Asisten Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, Muhammad Rizki mendatangi SMP Muhammadiyah Banguntapan usai mendapatkan laporan dari salah satu wali murid Rabu (8/6/2022).

“Ini kedatangan kedua, Kamis (9/6/2022) kemarin sudah ke sini. Kami mengklarifikasi laporan yang masuk mengenai tidak diizinkannya siswa mengikuti ujian,” ucapnya.

ORI mendapatkan bukti sekolah tidak mengizinkan lima siswa yang kesemuanya duduk di kelas VII mengikuti ujian akhir semester yang dilaksanakan mulai Selasa (6/6/2022). Rabu (7/6/2022) empat siswa yang ikut, namun di Kamis sampai hari ini dua siswa tidak hadir.

Rizki memaparkan, laporan yang masuk ke pihaknya, siswa di SMP Muhammadiyah Banguntapan yang dilarang ikut ujian karena belum lunas biaya masuk sekolah sebesar Rp 3-4 juta selama satu tahun.

“Kisaran uang masuk bervariasi tergantung gelombang masuknya, tiap anak beda-beda besarnya. Uang masuk ini untuk berbagai kegiatan sekolah,” katanya.

Meski belum menemukan kesimpulan dari berbagai klarifikasi dari sekolah dan beberapa orang tua, Rizki menyatakan pihak sekolah telah melanggar Permendikbud nomor 44/2012 dan Perda DIY nomor 4/2012.

“Jelas dalam aturan itu kegiatan pembelajaran tidak boleh dikaitkan dengan biaya, berlaku untuk negeri maupun swasta. Jika dilakukan berarti melanggar peraturan itu tadi,” paparnya.

Salah wali murid, Risyanto kesal dengan tindakan sekolah yang mengumumkan nama-nama siswa beserta kekurangan pembayaran di grup siswa. Hal ini memicu beberapa siswa meledek nama-nama siswa yang kekurangan bayar.

Soal biaya sebenarnya bisa kita bicarakan, namun pengumuman itu menjatuhkan mental serta psikis anak. Tadi anak saya sempat dijemput sekolah untuk ujian, namun dirinya tidak mau,” lanjutnya.

Risyanto mengaku sebelum ke ORI pada Rabu (8/6) sempat melaporkan ke Dinas Pendidikan namun tidak mendapatkan tanggap dan baru ke ORI yang segera mendapatkan tindak lanjut.

Saat diminta konfirmasi, pihak sekolah enggan berkomentar. Salah satu pegawai meminta kepada awak media keluar dari area sekolah dengan alasan siswa sedang ujian. (Set)