Koran Jogja – Museum Volkenkunde di Leiden, sudah lama mencoba mencari Keris Diponegoro yang ada di koleksinya sejak tahun 1984. Orang pertama yang melakukan upaya ini adalah Pieter Pott kurator museum dan kemudian menjadi direktur Museum, kemudian diikuti oleh Prof. Susan Legene dari Frije Universiteit Amsterdam, Johanna Leifeldt (1917) dan Tom Quist (2019).
Sejarawan UGM sekaligus anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro, Margana mengatakan dari penelitian empat peneliti itu ditemukan ada tiga keris yang diduga milik Pangeran Diponegoro. Tahun 2019 peneliti lain Tom Quist sepakat dengan pendapat Johanna Leifeldt bahwa dua keris yang lain yang ditemukan oleh Pieter Pott dan Susan Legense dipastikan bukan keris Pangeran Diponegoro.
Kepastian bahwa keris Diponegoro ada di Belanda dibuktikan dari tiga dokumen penting, yaitu korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies antara tanggal 11-15 Januari 1831.
Dalam korespondensi itu disebutkan bahwa Kolonel J.B. Clerens menawarkan kepada Raja Belanda Willem I sebuah keris dari Diponegoro. Keri situ kemudian di simpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ). Setelah itu pada tahun 1883 keris ini keserahkan ke Museum Volkenkunde Leiden.
Dokumen kedua adalah kesaksian dari Sentot Prawirodirjo yang ditulis dalam Bahasa Jawa kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Belanda. Dalam surat itu Sentot menyatakan bahwa ia melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kyai Naga Siluman kepada Kolonel Clerens.
Dokumen ketiga adalah catatan dari Raden Saleh, pelukis yang pernah tinggal di Belanda dan melukis penangkapan Pangeran Diponegoro. Catatan Raden Saleh ini dituliskan di bagian sisi kanan surat kesaksian Sentot Prawirodirjo. Dalam catatan itu Raden Saleh yang telah melihat dengan mata kepala sendiri keris itu di Belanda menjelaskan makna Keris Naga Siluman dan ciri-ciri fisik keris itu.
Dari ketiga dokumen itu para peneliti di Belanda yakin bahwa keris koleksi Museum Volkenkunde Leiden dengan nomor seri 360-8084 lah yang dianggap paling mendekati dengan kesaksian tiga dokumen itu.
Pada bulan Januari 2020 Tim verifikasi dari Viena Austria, Dr. Habil Jani Kuhnt-Saptodewo yang diminta menverifikasi temuan tim Belanda itu menyatakan yakin bahwa Tom Quist dan Johanna Leijfeldt telah menghadirkan dokumen dan arsip arsip yang meyakinkan untuk menyatakan bahwa keris itu milik Pangeran Dipnegoro.
“Bulan Februari 2020 Saya diminta oleh Dirjend Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan kebudayaan untuk menverifikasi hasil temuan Provenant Research di Museum Volkenkunde Leiden itu, untuk memastikan bahwa keris itu milik Pangeran Diponegoro,” katanya dalam keterangan tertulisnya Sabtu (7/3).
Dalam proses verifikasi itu dirinya memiliki sedikit perbedaan pendapat dengan tim peneliti Belanda tentang salah satu dari tiga binatang yang diukirkan pada keris itu. Tim sebelumnya menyatakan bahwa binatang ketiga itu adalah singa, harimau atau gajah.
“Namun setelah saya melihat langsung objeknya, saya dapat memastikan bahwa binatang yang diinterpretasikan sebagai gajah, singa atau harimau itu sebenarnya adalah Naga Siluman Jawa,” ucapnya.
Dari ukiran Naga Siluman Jawa ini dirinya berkeyakinan bahwa keris ini adalah keris Pangeran Diponegoro yang dinamai Naga Siluman itu. Kesimpulannya ini diamini oleh Dirjend Kebudayaan Dr. Hilmar Farid, yang juga seorang sejarawan, Duta Besar RI untuk Belanda dan juga saudara Bonnie Triyana, sejarawan yang juga jurnalis yang menjadi bagian dari delegasi Indonesia.(rid/sip)